Caplak, Pinjal dan Kutu: (Sekilas) Serupa Tapi Tak Sama!

oleh Karina Retnyssa

    Pet Mates pasti pernah melihat kucing atau anjing sedang menggaruk bagian tubuh dengan kakinya, terlihat menggelikan bukan? Eits, tunggu dulu, Pet Mates perlu waspada karena perilaku menggaruk identik dengan rasa gatal. Kegatalan atau pruritus pada hewan kesayangan merupakan gejala klinis yang dapat disebabkan berbagai macam hal, salah satunya akibat infestasi ektoparasit caplak, pinjal dan kutu.


“Caplak? Pinjal? Kutu? Bedanya apa?”


Caplak: “Lho, bukan ‘kutu’ besar?”

            Apakah Pet Mates pernah menemukan benda bulat, licin, berwarna abu-abu hingga kecokelatan di permukaan kulit anjing atau kucing? Mungkin saja ‘benda’ tersebut adalah caplak yang sedang asik menghisap darah hewan kesayanganmu! 

            Dermacentor variabilis dan Ixodes scapularis adalah jenis caplak yang sering ditemukan pada hewan kesayangan, namun diantara itu, brown dog tick (Rhipicephalus sanguineus) merupakan spesies caplak yang paling populer di daerah tropis seperti Indonesia1,3,4,5. Mereka bisa menempel di seluruh bagian tubuh hewan, tetapi umumnya caplak menyukai area dengan sedikit rambut dan berkulit tipis seperti wajah, telinga, ketiak, dan sela-sela jari1. Saat tidak menempel pada inangnya, caplak dapat ditemukan di rerumputan.

            Selain tick dermatitis, gigitan caplak dapat berujung pada komplikasi berupa anemia akibat infestasi berat, abses akibat infeksi lokasi gigitan, serta yang sangat perlu diwaspadai: peran caplak sebagai penular patogen penyebab tick-borne diseases (TBD)1. Babesiosis, Ehrlichiosis, Borreliosis, dan Anaplasmosis merupakan beberapa TBD yang dapat menginfeksi hewan kesayangan secara per-akut, akut, dan kronis1,2.

            Pada anjing, gejala klinis Babesiosis dipengaruhi usia dan kondisi sistem kekebalan tubuh2,3. Infeksi protozoa Babesia sp. yang ditularkan melalui liur caplak ini dapat menyebabkan gejala ringan seperti kelemahan, demam, muntah, dan tidak mau makan hingga gejala berat meliputi urin berwarna merah kecokelatan, anemia, dan gagal ginjal2,3. Kasus Babesiosis dan TBD lain pada hewan peliharaan di Indonesia sudah pernah dilaporkan, seringkali disertai temuan infestasi caplak pada pasien3,4,5.

            Caplak dari hewan kesayangan juga dapat menggigit dan menularkan penyakit pada pemilik. Lyme disease, nama lain dari Borreliosis, merupakan TBD yang bersifat zoonosis atau dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya1,2,7. Begitu pula dengan Rocky Mountain Spotted Fever dan Tularemia2,7. Caplak harus dihindari demi kesehatan dirimu dan hewanmu ya, pet mates!

 

Pinjal dan Kutu: “Eh, bukannya sama-sama ‘kutu’?”

            Mereka adalah serangga tanpa sayap yang gigitannya dapat menyebabkan sensasi gatal dan kebotakan pada hewan kesayangan. Keduanya juga dapat berperan sebagai inang intermediet cucumber tapeworm (Dipylidium caninum) yang menginfeksi anjing dan kucing1,6. Akan tetapi, pinjal dan kutu adalah makhluk yang berbeda dengan morfologi dan aktivitas yang berbeda pula.

            Spesies pinjal Ctenocephalides felis umum ditemukan pada anjing dan kucing. Walaupun terdapat kata ‘felis’ pada namanya, spesifisitas inang pinjal tergolong rendah, artinya suatu spesies pinjal dapat menginfeksi berbagai macam inang. Di sisi lain, kutu mempunyai spesifisitas inang yang tinggi1,6. Trichodectes canis dan Linognathus setosus adalah kutu pada anjing, sedangkan Felicola subrostratus hidup pada kucing1.



            Pinjal dan kutu menyebabkan kegatalan dan kemerahan dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Faktor yang mempengaruhi ialah frekuensi paparan, durasi infestasi, ada tidaknya infeksi sekunder atau penyakit kulit lain, serta derajat hipersensitivitas1. Sedangkan faktor lain seperti umur, ras, dan jenis kelamin tidak berperan penting1. Selain penyakit kulit, infestasi berat pada hewan berukuran kecil dapat menyebabkan anemia1.

            Secara umum, hewan akan terlihat gelisah dan menggaruk bagian tubuhnya secara terus menerus karena mengalami rasa gatal dan iritasi akibat gigitan parasit pemakan darah ini. Permukaan kulit yang digaruk berulang kali dapat mengalami luka, proses ini dikenal juga sebagai self-trauma. Luka terbuka rentan terhadap infeksi sekunder bakteri dari lingkungan. Sehingga tidak jarang ditemukan secondary pyotraumatic dermatitis, pyoderma, dan seborrhea yang menyertai infestasi ektoparasit ini1.

            Flea allergy dermatitis (FAD) terjadi ketika hewan memberikan respon hipersensitif terhadap gigitan pinjal1,8,10,11. Akibatnya, sedikit gigitan pinjal sudah cukup untuk menyebabkan gejala kegatalan, kemerahan, dan kebotakan pada anjing atau kucing. FAD merupakan penyakit alergi pada kulit yang umum ditemukan di berbagai klinik hewan di dunia. Dapat dibayangkan, hewan kesayangan dengan FAD tentu tidak merasa nyaman dengan tubuhnya yang selalu terasa gatal. Kasihan ya, Pet Mates L!

 

Tak perlu gelisah, parasit penyebab gatal bisa dicegah!

            Sekarang Pet Mates sudah mengenal perbedaan dari ketiga ektoparasit ini. Tentunya parasit penyebab gatal dengan karakter yang berbeda memerlukan langkah pencegahan yang berbeda pula. Simak kiat pencegahan caplak, pinjal, dan kutu berikut ini!

 

Caplak

  • Anjing dan kucing yang berisiko tinggi terhadap infestasi caplak karena faktor lingkungan haru diberikan produk anticaplak secara rutin. Ikuti anjuran produk antiparasit yang digunakan1,9.
  • Menghindari area hidup caplak seperti padang rumput, terutama pada musim panas1.
  • Memeriksa permukaan tubuh hewan secara rutin, terutama pada bagian wajah, telinga, ketiak, dan sela-sela jari.

 

Pinjal dan Kutu

  • Risiko infestasi ektoparasit ini sama besarnya di sepanjang tahun1,10,11. Karenanya, Pet Mates perlu memberikan produk antipinjal dan antikutu secara rutin. Ikuti anjuran produk antiparasit yang digunakan.
  • Melakukan grooming secara rutin.
  • Pinjal meletakan telurnya di lingkungan, kemudian larva akan menetas dan membuat kepompong dari bahan yang ada di lingkungan1,6,10. Oleh sebab itu, bersihkan area hidup hewan secara rutin.

 

            Sekilas, ektoparasit terlihat sederhana dan tidak berbahaya. Setelah dicermati, masalah yang ditimbulkan dapat mengurangi kualitas hidup hewan, bahkan memiliki risiko kesehatan yang nyata bagi hewan dan pemilik. Konsultasikan program pencegahan caplak, pinjal dan kutu bersama dokter hewanmu ya, Pet Mates!

 

Referensi

(1)  ESCCAP. Control of Ectoparasites in Dogs and Cats. ESCCAP Guideline. 2018 March.

(2)  ESCCAP. Control of Vector-Borne Diseases in Dogs and Cats. ESCCAP Guideline. 2019 March.

(3)  Wira A, Batan IW, Widyastuti SK, Sukoco H. Studi Kasus: Babesiosis (Piroplasmosis) disertai Infestasi Caplak yang Berat pada Anjing Gembala Jerman. Jurnal Sains dan Teknologi Peternakan. 2020 Jun 3;1(2):30-5.

(4)  Paramita NM, Widyastuti SK. Studi Kasus: Babesiosis Pada Anjing Persilangan. Indonesia Medicus Veterinus. 2019;8(1):79-89.

(5)  Wijaya A. KIVP-4 Studi Kasus: Babesiosis pada Anjing Doberman (Borna). Hemera Zoa. 2018 Oct 29.

(6)  Bowman DD. Georgis' Parasitology for Veterinarians. Saunders; 2020 Oct 13.

(7)  CDC. Tickborne Diseases of the US: A Reference Manual for Health Care Providers. 2018.

(8)  Coyner KS, editor. Clinical Atlas of Canine and Feline Dermatology. John Wiley & Sons. 2020.

(9)  Tilley LP, Smith Jr. Francis WK. Panduan Praktik Veteriner: Anjing dan Kucing Blackwell’s Five-Minute Veterinary Consult Jilid 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2020.

(10)               Anita Patel BV, Forsythe PJ. Saunders solutions in veterinary practice: small animal dermatology. Elsevier Health Sciences; 2008 Jun 11.

(11)               Carlotti DN, Jacobs DE. Therapy, control and prevention of flea allergy dermatitis in dogs and cats. Veterinary Dermatology. 2000 Jun;11(2):83-98.

Post a Comment

0 Comments