(sumber : cliniciansbrief.com)
Anjing dikenal sebagai hewan kesayangan yang dianggap sebagai sahabat bahkan keluarga bagi manusia karena dipercaya memiliki kesetiaan dan dapat memberi kebahagian. Karena itu, tidak sedikit pula Pawrents yang memberikan perawatan intensif demi kesehatan anjing kesayangannya. Sayangnya, terkadang terlepas dari pengawasan sehingga anjing kesayangan kita mengalami sakit bahkan kematian. Salah satu penyakit yang paling sering dan rentan dialami oleh anjing yaitu penyakit kulit. Agen penyebab penyakit kulit seperti ektoparasit, bakteri dan jamur. Nah.. salah satu agen penyebab penyakit kulit yang akan dibahas kali ini dari golongan ektoparasit yaitu tungau Demodex sp. Yuk! Simak lebih lanjut mengenai penyakit kulit ini..
Apa itu Demodekosis?
Demodekosis yang juga dikenal sebagai Red Mange, Follicular Mange, Acarus Mange merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau Demodex sp. Normalnya, tungau Demodex sp. merupakan mikroflora yang normal ditemukan pada kulit anjing. Namun, bila kondisi kekebalan anjing menurun maka Demodex sp. akan berkembang menjadi lebih banyak dan menimbulkan penyakit kulit [2].
Terdapat tiga spesies dalam genus Demodex sp. yang menyerang anjing, yaitu Demodex canis, D. cornei, dan D. injai. Tungau D. canis dan D. injai ditemukan pada folikel rambut, kelenjar sebaceus dan saluran sebaceus, sedangkan D. cornei ditemukan hampir di seluruh lapisan permukaan kulit terluar. Pada umumnya morfologi tungau Demodex sp. berbentuk memanjang mirip seperti cerutu atau wortel, yang membedakan yaitu D. injai memiliki tubuh yang lebih panjang dibandingkan dengan D. canis, sedangkan D. cornei memiliki ukuran tubuh lebih pendek [1] (Gambar 1).
Gambar 1 : Perbedaan Demodex canis, D. cornei, dan D. injai.
(sumber : onlinelibrary.wiley.com)
Gejala Klinis
Memiliki gejala klinis yang hampir mirip, penyakit demodekosis dan scabiosis seringkali disalah artikan. Pada scabiosis, kulit mengalami penebalan, rambut rontok, cairan yang keluar dari luka akan membentuk keropeng. Sedangkan pada demodekosis terdapat lesi yang sangat menciri berupa nodul yang berisi nanah dan tercium bau tengik dari bagian tubuh yang mengalami infeksi [2]. Luka atau lesi yang terjadi bermula lokal, kemudian berkembang dengan cepat pada sebagian besar tubuh hewan penderita [5]. Lesi yang terjadi menimbulkan rasa sakit, dapat terjadi limfadenopati (kelenjar getah bening bengkak) dan pada kasus yang parah dapat terjadi septicaemia (peradangan luas dan pembekuan darah) hingga menyebabkan kematian [5].
Gambar 2 : Gambaran alopecia, diikuti bentukan erythema dan kerak pada kulit [3]
Gambar 3 : Terdapat scale dan hyperkeratosis pada bagian punggung anjing [4].
Berdasarkan tanda klinisnya demodekosis dibagi menjadi dua yaitu localized: satu atau beberapa area alopesia (kerontokan rambut yang teralokasikan pada suatu daerah kecil). Paling umum ditemukan di wajah dan keempat kaki disertai erythema (kemerahan pada kulit), scaling (bersisik), dan hyperkeratosis (Gambar 2 & Gambar 3). Lesi generalized: terdapat pada hampir seluruh badan, kaki, biasanya disertai infeksi sekunder (pyoderma) [4]. Infeksi sekunder yang terjadi pada folikel rambut dapat menyebabkan akumulasi nanah dan juga menyebabkan jaringan nekrotik. Bakteri yang biasanya menginfeksi adalah Staphylococcus aureus [1].
Siklus hidup
Gambar 4 : Siklus Hidup Demodex sp.
(sumber : sciencedirect.com)
Demodex sp. hidup selama 20-30 hari pada tubuh inang. Terdiri dari empat tahapan perkembangan yaitu: telur (fusiform), larva berkaki enam (six legged) selama 1-5 hari [5], nimfa berkaki delapan (eight legged), dan demodex dewasa (eight legged adult). Tungau jantan akan menyebar pada permukaan kulit, sedangkan tungau betina akan meletakkan telurnya pada folikel rambut. Pada folikel tersebut, tungau jantan dan betina kemudian kawin [5].
Waktu yang diperlukan dari telur menjadi dewasa 11-16 hari. Berbeda dengan parasit lain pada umumnya, Demodex sp. berkembang hanya pada satu inang saja, tidak berkembang pada inang lain [3].
Penularan
Penularan penyakit demodekosis, dapat terjadi melalui kontak langsung dengan anjing penderita. Anak anjing yang baru lahir berumur 2-3 hari dapat segera tertular tungau Demodex sp. dari induknya saat menyusui. Namun, setelah berumur 1 minggu, sistem kekebalan tubuh anak anjing akan meningkat sehingga tungau ini akan menjadi mikroflora normal dan tidak menimbulkan penyakit kulit [2].
Faktor Penyebab Demodekosis
Demodekosis lokal sering terjadi pada anjing muda dengan umur antara 3-6 bulan[1] dengan sistem imun yang belum dewasa dan dalam masa pubertas[4]. Sedangkan demodekosis general sering terjadi baik pada anjing muda maupun dewasa [1]. Pada anjing dewasa, sistem imun yang menurun sering berkaitan dengan penyakit dalam dan terapi obat yang menyebabkan tungau mudah berproliferasi. Adapun faktor lain yang menjadi penyebab demodekosis yaitu konsumsi makanan dengan nutrisi yang rendah, dan stres. Seluruh faktor tersebut tidak berkaitan pada ras atau jenis kelamin [3].
Demodekosis dapat ditangani dengan pemberian obat berupa antiparasit, shampoo khusus dan antibiotik. Dapat juga diberikan pengobatan suportif seperti pemberian fish oil yang mengandung eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA)[4]. Namun, sebelum benar-benar memastikan anjing kesayangan menderita penyakit demodekosis, tidak disarankan memberikan pengobatan tersebut secara mandiri. Membawa anjing kesayangan ke dokter hewan merupakan solusi terbaik untuk penangan dan pengobatan yang tepat dalam diagnosa penyakit. Jangan tunggu hingga parah ya Pawrents! #AyoKeDokterHewan
Referensi :
- Budiartawan, I.K.A. and Batan, I.W., 2018. Infeksi Demodex Canis pada Anjing Persilangan Pomeranian dengan Anjing Lokal. Indonesia Medicus Veterinus, 7(5), pp.562-575.
- Putra, I.P.A.A., Budiartawan, I.K.A. and Berata, I.K., 2019. Gambaran Patologi Anatomi dan Histopatologi Kulit Anjing yang Terinfeksi Demodekosis. Indonesia Medicus Veterinus, 8(1), pp.90-98.
- Sardjana, I.K.W., 2012. Pengobatan Demodekosis pada Anjing Di Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Vet Medika J Klin Vet, 1(1), pp.9-14.
- Wahyudi, G., Anthara, M.S. and Arjentinia, I.P.G.Y., 2010. Studi Kasus: Demodekosis pada Anjing Jantan Muda Ras Pug Umur Satu Tahun. Indonesia Medicus Veterinus, 9(1), pp.45-53.
- Wirawan, I.G., Widiastuti, S.K. and Batan, I.W., 2019. Laporan Kasus: Demodekosis Pada Anjing Lokal Bali. Indonesia Medicus Veterinus, 8(1), pp.9-18.
0 Comments