Anabul Terinfeksi Ringworm, Apakah Pemilik Berisiko Tertular?

by: Angie Felicia

Hewan peliharaan atau companion animal adalah hewan yang sengaja dipelihara untuk menemani kehidupan manusia. Anjing dan kucing merupakan contoh hewan yang sangat umum dipelihara oleh masyarakat Indonesia. Dalam pemeliharaannya, seringkali perawatan kulit belum menjadi perhatian utama para pet owner. Namun, apakah Pet mates sudah tahu mengenai penyakit kulit yang sering ditemui pada hewan peliharaan? Yuk simak artikel berikut!

 


(sumber: royalcanin.com)

Ringworm pada Hewan Peliharaan

    Infeksi jamur atau yang dikenal dengan ringworm (Dermatofitosis) merupakan salah satu penyakit kulit yang dapat menyerang hewan kesayangan. Ringworm adalah terjadinya keratinisasi berlebih pada permukaan terluar kulit, rambut, serta kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur. Jamur yang dapat menyebabkan ringworm termasuk dalam genus Dermatofita, diantaranya Trichophyton dan Epidermophyton

    Ringworm merupakan salah satu penyakit zoonosis, yang artinya dapat menular ke manusia. Ringworm ini dilaporkan lebih sering menyerang kucing dibandingkan anjing[1]. Walaupun ringworm umumnya tidak menyebabkan kematian, tetapi dapat menyebabkan kerusakan kulit, rambut, serta penurunan berat badan pada hewan peliharaan akibat rasa gatal dan tidak tenang [2].

Bentukan khas ringworm pada kucing (Yanuarto et al, 2017)

    Ringworm sendiri dapat diamati dari pemeriksaan fisik loh, Pet mates! Namun, untuk diagnosa yang lebih tepat dan akurat, maka dapat dilakukan dengan pemeriksaan kerokan kulit dan rambut dari hewan peliharaan kita, tetapi tetap harus dilakukan oleh dokter hewan, ya! Pada hewan yang terinfeksi jamur penyebab ringworm, maka dapat menunjukkan adanya ketombe pada tubuh, lesi atau bentukan sirkular pada kulit, kerontokan rambut yang berlebih, serta kemerahan pada kulit. Bila hewan peliharaan menunjukkan gejala tersebut, jangan lupa untuk dibawa ke dokter hewan terdekat ya, Pet mates![3]

 

Area tubuh anjing yang mengalami kebotakan akibat ringworm (Wibisono dan Putriningsih, 2017)

Mengapa Hewan Peliharaan dapat Terinfeksi Ringworm?

    Hewan peliharaan, contohnya kucing, dapat terinfeksi ringworm dari gigitan atau goresan yang menyerang lapisan terluar kulit hewan, sehingga spora jamur dapat masuk ke dalam luka tersebut [3]. 

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan ringworm pada hewan pemeliharaan [2]:

1. Manajemen pemeliharaan dan sanitasi yang kurang baik

2. Pemberian nutrisi dan vitamin yang kurang

3. Lingkungan yang terlalu lembab

4. Hewan jarang dimandikan

Baca juga: Anjing dan Kucing Jamuran, Siapa Pelakunya?

(sumber: liputan6.com)

Bagaimana Gejala Klinis Ringworm pada Manusia?

    Pada manusia, ringworm lebih dikenal dengan istilah Tinea. Ringworm dapat ditularkan dari hewan peliharaan ke manusia melalui gigitan, goresan, atau kontak langsung dengan hewan peliharaan[3]. Artinya, ringworm merupakan penyakit zoonosis. Secara umum, zoonosis diartikan sebagai penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya. Agen penyakit zoonosis sendiri dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme, seperti bakteri, virus, protozoa, dan lainnya [5]. Gejala klinis ringworm pada manusia dan hewan hampir serupa, yaitu adanya rasa gatal pada area lesi, bercak kemerahan, rambut rontok pada area yang terinfeksi, serta adanya bentukan cincin melingkar pada area yang terinfeksi [4]. 

(sumber: Tribunstyle.com)

Pengobatan dan Pencegahan

    Asupan nutrisi yang tepat adalah salah satu pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari ringworm. Pemberian asam lemak esensial omega 3 dan omega 6 berkontribusi sangat baik pada kulit, terutama pada hewan kucing. Selain itu, pemberian vitamin A juga dapat diberikan secara rutin pada kucing dan anjing, sehingga dapat meningkatkan kesehatan kulit [3]. 

    Pada hewan peliharaan yang didiagnosa Dermatofitosis atau ringworm, maka dapat diberikan obat antijamur berupa tablet, seperti griseofulvin. Griseofulvin memiliki sifat fungistatik, yaitu obat yang dapat menghambat mitosis sel jamur yang berikatan dengan protein mikrotubular. Selain obat tablet, terdapat salep antijamur, yaitu salep ketoconazole. Salep ketoconazole bekerja dengan menghambat sintesis ergosterol pada dinding sel jamur, dan dapat efektif untuk membunuh dermatofita dan jamur sistemik, seperti Histoplasma, Blastomyces, dan Coccidioides [2].

Baca juga: Minyak Kelapa sebagai Obat Jamur Kucing?

REFERENSI:

1. Yanuartono, S.I.,  Widyarini, S., Raharjo, S., Purnamaningsih, H., Nururrozi, A., Haribowo, N., dan Jainudin, H.A. 2017. Infeksi Microsporum canis pada Kucing Penderita Dermatitis. Jurnal Veteriner 18(2).

2. Wibisono, H.W., dan Putriningsih, P.A.S. 2017. Studi Kasus: Dermatofitosis pada Anjing Lokal. Indonesia Medicus Veterinus 6(2).

3. Royal Canin, 2021. Cat Dandruff and Dry Skin. [diakses pada 9 Maret 20212https://www.royalcanin.com/us/cats/health-and-wellbeing/cat-dandruff-and-dry-skin]

4. Khairiyah. 2011. Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (Kasus Sumatera Utara). Jurnal Litbang Pertanian 30(3).

5. Biru, Desi Maria Anggriani, Detha, Annytha I.R., dan Wuri, Diana A. 2018. Kajian Pemahaman Peternak dan Pelaku Usaha Produk Pangan Asal Hewan tentang Penyakit Zoonosis dan Pencegahannya di Kota Kupang. Jurnal Kajian Veteriner 6(2).


 


Post a Comment

0 Comments